kunjungi Webs kami yang baruhttps://infobolaindonesia.wordpress.com/ karena blog kami yang ini jarang saya buka kembali

Rabu, 01 Mei 2013

Pesepakbola Indonesia Belum Sadari Pentingnya Kontrak


detikSport/Meylan Fredy Ismawan
Jakarta - Kontrak adalah tali pengikat yang membuat hubungan klub dan pemain sah di mata hukum dan undang-undang. Tapi, kenapa begitu banyak pemain di Indonesia yang abai terhadap hal ini?

Persoalan tersebut mengemuka dalam Ngobrol Bola Bareng Asosiasi Pemain Profesional Indonesia (APPI) yang bertajuk "Standard Minimum Contract bagi Pesepakbola di Indonesia" di BENHIL Cafe, Jakarta Pusat, Selasa (30/4/2013) malam. Dalam acara ini, hadir pesepakbola nasional Bambang Pamungkas dan Head of Legal Division APPI, Jannes H. Silitonga.

Di belahan bumi mana pun, setiap pemain profesional yang akan bermain untuk sebuah klub harus terlebih dahulu menandatangani kontrak. Kendati detail kontrak masing-masing pemain berlainan, ada regulasi FIFA yang harus terpenuhi dalam kontrak tersebut.

Lumrahnya, kontrak terdiri dari berbagai ketentuan atau pasal yang mengatur hubungan antara pemain dan klub, baik dalam aspek gaji, bonus, akomodasi, durasi kontrak, klausul buyout, konsekuensi atas pelanggaran kontrak yang dilakukan salah satu pihak, dan sebagainya. Dalam persepakbolaan Eropa, isi kontrak bisa begitu njlimet karena memuat hal-hal yang sangat detail, seperti besaran bonus setelah si pemain mencetak sekian gol atau tampil sekian kali, persentase uang yang didapat pemain dari hasil penjualan jersey-nya, dan lain-lain.

Karena banyaknya poin yang bisa tercakup dalam kontrak, terkadang proses negosiasi bisa berlangsung begitu lama. Pihak klub dan si pemain tentu sama-sama ingin diuntungkan. Setelah tercapai win-win solution, kesepakatan tercapai, lalu kontrak ditandatangani. Harusnya begitu.

Bagaimana apabila ada salah satu pihak yang melanggar? Tinggal kembali ke isi kontrak dan menjalankannya. Konsekuensinya bisa berupa denda, tuntutan hukum, bahkan sampai pemutusan kontrak secara sepihak. Harusnya begitu.

Tapi, di Indonesia hal yang tampaknya cukup sederhana itu belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Meski liga yang diputar sekarang disebut-sebut sebagai liga profesional, mindset pihak klub dan pemain belum 100 % profesional.

"Pemain kita, pesepakbola kita, sangat meremehkan dan tidak terlalu mempedulikan kontrak. Hanya ditawari satu musim sekian ratus juta, lalu oke, setuju, teken. Teken saja. Isinya di dalam apa tidak tahu," ungkap Jannes.

"Di saat hukum persepakbolaan nasional dan internasional begitu maju dan berkompleksitas, pemain kita, mohon maaf nih, kasarnya masih gaya hukum tarkam. Tapi, level permainannya dituntut sampai level nasional dan internasional," lanjutnya.

Karena kesadaran yang kurang itulah, pemain-pemain yang dilanggar haknya oleh klub seolah-olah hanya pasrah dan tak berdaya. Sebagai contoh kasus paling gampang adalah penunggakan gaji oleh berbagai klub di Indonesia. Jangankan menuntut lewat jalur hukum, mengungkapkannya di media saja hanya beberapa yang berani.

"Berapa orang sih pemain sepakbola yang menurut kami sudah teraniaya, sudah tertindas, yang berani mengutarakan ini? Syukur alhamdulillah, kemarin di Kemenpora sudah beberapa yang muncul. Tapi, yang kita harapkan semua, sebagian besar atau 90% lah pemain sepakbola berani mengungkapkan pendapatnya ," kata Jannes.

Senada dengan Jannes, Bambang Pamungkas juga menegaskan pentingnya pemahaman pemain akan setiap pasal yang tercantum dalam kontrak. Menurut Bepe, menyepelekan isi kontrak sama halnya dengan memberi ruang kepada klub untuk merugikan pemain.

"Ketika kita menyepelekan pasal-pasal dalam kontrak maka kita memberikan ruang kepada manajemen atau klub untuk bertindak sesuatu yang tidak baik terhadap kita. Kalau kita tidak memproteksi diri kita, maka ada celah dari siapa pun untuk melakukan hal-hal negatif kepada kita," ujar Bepe.

"Dalam sebuah kontrak, pemain akan mengalami dua situasi yang kadang-kadang membuat pemain tersebut terbuai. Pertama, ketika pemain dalam keadaaan tertekan ketika dia menandatangani kontrak. Tertekan di sini adalah ketika pemain ditawari kontrak, manajemen berkata 'oke sekarang teken kontrak. Kalau tidak sekarang besok saya cari pemain lain'. Maka di sini pemain tidak mempunyai waktu untuk membaca dan mengerti apa saja yang ada dalam kontrak. Situasi seperti ini biasanya akan membuat kontrak merugikan pemain," papar striker yang terakhir membela Persija Jakarta ini.

"Begitu juga ketika seorang pemain merasa terlalu nyaman dengan situasi tim. Ini terjadi pada saya. Dan ini akhirnya membuat saya bermasalah. Artinya, ketika seorang pemain sudah nyaman dengan tim, merasa sangat memiliki tim, tidak akan berpikir terlalu jauh akan terjadi masalah karena sebelumnya tidak ada masalah," katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar